MODEL PEMBELAJARAN TRANSFORMATIF

MODEL PEMBELAJARAN TRANSFORMATIF
A. Rasional
Keluarga merupaan pendidikan pertama dan utama bagi anak-anak. Karena dari keluarga lah anak pertama kali mengennal lingkungan sosial dan memiliki peran yang sangan penting dalam membantu perkembangan anak. Didalam kelurga anak memperoleh pengertian, perlengkapan emosial serta ikatan-ikatan moral yang berlaku dalam lingkungan sosial masyarakat. Pengasuhan orang tua sangat menentukan bagaimana anak nantinya. Pengasuhan yang terbentuk melalui interaksi informal terjadi tanpa disertai dengan penjelasan yang melandasinya, maka akan terbentuk perspektif makna atau kebiasaan berfikir, dimana merupakan struktur asumsi dan ekspeksi yang menjadi dasar individu dalam bersikap, bertindak, dan belajar, yang membentuk dan membatasi persepsi, kognisi,perasaan dan predisposisi. Perspektif makna berfungsi sebagai sistem keyakinan yang digunakan untuk menginterpretasikan dan mengevaluasi pengalaman. Yang terdiri dari skema makna, yaitu pengetahuan, keyakinan khusus yang mengarahkan interpretasi terhadap pengalaman spesifik.
Banyak orang tua yang masih minim pengalamandalam pengasuhan, karena mereka hanya memecahkan masalah masalah pengauhan dengan cara lama yang selama ini digunakan tanpa dikaji lagi atau direfleksikan secara kritis dengan pengetahuan yang diperoleh melalui belajar informal yang bersifat implisit dan relative mapan, yang mempersulit dalam menjelaskan cara-cara yang dilakukan dan hanya menjelaskan pengasuhan yang rutin mekanismenya tanpa ada landasan yang benar. Model pembelajaran yang selama ini dilakukan baru menyentuh pada tataran pengetahuan dan keterampilan instrumental tentang bagaimana mengasuh anak.
Salah satu model pembelajraan yang cocok untuk merefleksikan perspektif makna an]dalah model pembelajaran tranformatif, karena dapat mentransformasikan kearah yang lebih inklusif, dan data mengintegrasikan pengalaman baru sehingga dapat terjadi pembeljaran yang mengembangkan pendapat, keyakinan dan bertindak secara mandiri.
B. Tujuan
Tujuan umum pembelajaran adalah untuk membantu warga belajar mentransformasikan perspektif makna pengasuhan yang dimiliki menjadi perspektif makna pengasuhan yang sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan anak . sedangkan tujuan khusus pembelajaran diantaranya, membantu warga belajar menyadari secara kritis asumsi yang mendistorsi praktik pengasuhan anak, membantu warga belajar mengeksplorasi alternatif asumsi pengasuhan yang sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan anak , membantu warga belajar memilih asumsi-asumsi pengasuhan yang sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan anak, dan membantu warga belajar mengintegrasikan asumsi pengasuhan baru yang sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan anak.
C. Asumsi
Model pembelajaran yang dikembangkan mendasarkan diri pada sejumlah asumsi sebagai berikut :
1. Pengalaman
Perspektif makna akan digunakan individu untuk interpretasi dan mentransformasikan pengalaman kedalam pengetahuan, keterampilan dan sikap baru, sehingga menjadi perspektif baru.
2. Proses belajar
Proses belajar anak lebih menekankan pada pemerolehan sistem nilai dan budaya masyarakat yang bersifat formatif ,sedangkan untuk proses belajar orang dewasa lebih berorientasi pada perubahan perspektif maknayang bersifat transformative.
3. Perkembangan orang dewasa
Perkembangan kemampuan berfikir orang dewasa sudah mencapai tahap postformal, yang telah mampu untuk berfikir dialektik, berfikir logis praktis, dan berfikir transformatif.
D. Proses belajar
Pada umumnya, individu akan menggunakan perspektif makna yang sudah dimiliki dengan menerima perspektif makna yang cocok dengan paa yang sudah diketahuinya, dan menolak yang tidak cocok dengan perspektif makna yang dimilikinya. Sehingga akan memperkokokh perspektif maknanya. Ada tiga perspektif makna yang menjadi sumber distorsi proses belajar, yaitu psikologis (berkenaan dengan citra diri dan kondisi psikologis), sosiolinguistik (berkenaan dengan perspektif makna yang bersumber dari sistem nilai dan norma, kebudayaan masyarakat), dan yang terakhir epistemic (bersumber dari pandangan tentang pengetahuan). Perkembangan proses belajar akan terjadi ketika individu dapat memaknai pengalaman dengan melakukan tranformasi atas distorsi perspektif makna yang dimiliki. Untuk dapat melakukan transformasi, individu harus melakukan refleksi secara kritis terhadap perspektif makna, yaitu melakukan penilaian atas asumsi yang dimiliki terkait dengan masalah yang dihadapi. Atas dasar refleksi ini kemudian mencari dan memilih alternatif asumsi lain yang dirasa lebih tepat dan andal. Kemudian diintegrasikan kedalam struktur makna baru, sehingga individu memiliki perspektif baru yang di mapankan dengan pemaknaan pengalaman. indakan yang dilandasi perspektif makna baru adalah tindakan emansipatori, yaitu tindakan yang didasarkan atas kesadaran dan otonomi diri, bukan suatu tindakan yang diarahkan oleh pihak luar.
E. Pembelajaran
Isi dari pembelajaran transformatif adalah membantu individu menyadari secara kritis perspektif makna distortif yang dimiliki dan mentransformasikannya menjadi sebuah perspektif makna baru yang lebih terbuka dan integrative. Adapun prinsip – prinsip pembelajaran, adalah :
1. Prinsip pembelajaran
a. Bertumpu pada konflik kognitif, refleksi dan diskurukus
1) Konflik kognitif
Tidak semua individu menyadari distorsi perspektif, karena perspektif individu tersebut terinternalisasi tanpa disertai kesadaran kritis, indivisu cenderung menggunakan cara-cara lama karena dirasa lebih nyaman, aman dan tidak berisiko. Untuk menyadarinya, perlu dicipktakan keseimbangan atau konflik kognitif, dimana ada kesesuaian perspektif makna yang dimiliki dengan realitas yang dihadapi. Beberapa teknik yang dapat digunakan untuk menyadarkan atau mengatasi masalah yang dihadapi adalah dengan pengalaman kritis dan hadap masalah.
2) Refleksi
Merupakan sebuah upaya untuk melihat, menganalis dan menilai perspektif makna yang dimiliki, dalam rangka menghadapi situasi yang dilematis atau membingngkan, yang disebabkan oleh adanya kontradiksi antara pikiran, perasaan dan tindakan sebagai akibat dari distorsi epistemik, psikologis dan sosiolinguistik (Taylor,1998:8).
Tiga jenis refleksi yang ada adalah yang pertama, refleksi terhadap isi yaitu pengkajian terhadap isi atau deskripsi terrhadap masalah. Yang kedua adalah refleksi terhadap proses yaitu peninjauan terhadap strategi pemecahan masalah yang digunakan, dalam rangka meningkatkan kemampuan pemecahan masalah di waktu mendatang. Dan yang terakhir adalah refleksi terhadap premis yang dapat mencakup penilaian terhadap validitas norma, ideologi, aturan, peran, paradigma, filsfat atau teori yang selama ini dianggap benar.
Individu yang memiliki kesadaran kritis (critical transitivity) menunjukkan ciri-cri sebagai berikut: mengintepretasi problem secara mendalam, menggunaan prinsip kausalitas, menguji temuannya sendiri dan terbuka untuik merevisi, berusaha untuk menghindari distorsi ketika melihat masalah dan mengesampingkan ide yang dimiliki sebelumnya ketika menganalisnya, tidak menolak tangung jawab, menolak poisi pasif, berargumen secara rasional, melakukan dialog dari pada polemik, bersedia menerima ide yang valid baik lama atau baru.
3) Diskursus
Yaitu proses dimana individu terlihat dialog secara aktif dengan orang lain untuk memperoleh pemahaman yang lebih baik terhadap makna pengalaman. Istilah lain yang sering digunakan secara bergantian dengan makna yang sama dengan diskursus adalah dialog. Dialog adalah sebuah perjumaan di antara sesama manusia, dengan perantaraan dunia, dan dalam rangka memaknai dunia (Freire,1985:73). Dalam diskursus ini individu akan melakukan asesmen secara kritis terhadap asumsi dengan cara mempertimbangkan bukti-bukti pendukung dan agumen, dan mengkaji perspektif alternatif. Menurut Habermas (Birgit Brock-Utne) untuk dapat mewujudkan diskursus ada dua persyaratan yang harus dipenuhi, yaitu terbuka terhadap argument orang lain dan bersedia melakukan perubahan setelah mempertimbangkan argument tersebut, dan bebas dari paksaan untuk bertindak.
b. Berbasis pengalaman
Proses transformasi perspektif harus berangkat dari konteks sosiokultural warga belajar. Hal ini didasarkan pada asumsi bahwa: (a) pengalaman hanya dapat dipahami dan dimaknai dalam kaitannya dengan konteks sosial budayanya (Clark:1990:260-261); (b) perkembangan kemampuan orang dewasa bertalian erat dengan proses penyesuaian diri dalam konteks kehidupan sosiokultutralnya atau dengan kata lain perkembangan kognitif orang dewasa merupakan fungsi dari konteks sosial, budaya, ekonomi, budaya masyarakatnya (Labouvie-Vief:1998:143); (c) proses kognitif tidaklah semata-mata proses psikoneurologis yang terlepas dari konteks lingkungan sosial.
Proses refleksi ini dilakukan melalui langkah-langkah sebagai berikut:
a) Meneliti perbendaharaan kata kelompok sasaran,
b) Memilih kata-kata generatif, yaitu kata-kata yang mampu memicu terjadinya proses refleksi
c) Membuat kodifikasi, yang merupakan representasi situasi khusus (typical existential situation) dari kelompok sasaran
d) Membuat jadwal
e) Menyiapkan kartu kata yang berkaitan dengan kata-kata generatif (49-58).
c. Pembejaran dalam kelompok
Didalam kaitan transfromatif perspektif memiliki potensi besar bagi proses belajar, seperti dapat saling berbagi pengalaman, menstimulasi ide dan pemahaman, menvalidasi pendapat, dan memberi dukungan dan rasa aman. Dengan proses belajar transformatif lingkungan belajar dapat memberi kesempatan bagi individu untuk terlibat total dalam kelompok, memiliki rasa emosional ya g kuat dalam kelompok, penghargaan fasilitator terhadap nilai dan perasaan warga belajar akan menumbuhkan rasa harga diri dan keberdayaan diri, interaksi antar individu dengan latar belakang yang ragam akan mengembangkan kehidupan sosial.
d. Iklim demokratis
Keberdayaan diri adalah tujuan dan sekaligus kondisi bagi proses belajar transformatif. Warga belajar akan memilki keberdayaan diri secara penuh dan bebas berpartisipasi dalam diskursus. Keberdayaan diri tersebut dapat berkembang jika individu merasa aman, nyaman, serta tanpa paksaan. Semua itu dapat terjadi dengan cara menciptakan lingkungan yang mengenakan, memberi kebebasam berpendapat, menghargai pengalaman warga belajar, hangat, dan menyenangkan.
2. Langkah pembelajaran
Ada tiga tahapan secara umum, yaitu
a. Perencanaan
Dapat diawali dengan mengidentifikasi kebuuhan bedasarkan kebutuhan dan tujuan pembelajaran. Kebutuhan dapat dibedakan emnjadi kebutuhan umum, yaitu mengenai gambaraan umum kebutuhan pembelajaran yang berkaitan dengan program yang dilaksanakan, dan kebutuhan riil, yaitu mengenai kebutuhan yang secara nyata dialami warga belajar. Kemudian pemilihan tema generative, dengan beberapa kriteria yang dapat dijadikan rujukan untuk memilih tema, yaitu: dialami oleh sebagian besar warga belajar, perhatian dan antusiame warga belajar dalam mengungkapkan dan menanggapi masalah yang disampaikan, dan esensial. Masalah yang terpilih kemudian diklasifikasi dan diorganisir secara tematik. Masalah-masalah dikelompokkan sesuai dengan jenisnya, dicari keterkaitannya, dan ditentukan intinya. Inti inilah yang nantinya dijadikan tema. Yang ketiga adalah pengembangan media pembelajaran. Agar dapat memicu terjadi proses refleksi, Freire memberikan saran: (a) media harus mewakili situasi yang akrab dengan warga warga belajar, sehingga mereka dapat dengan mudah mengenali situasinya, (b) inti tema tidak terlalu jelas dan kabur, (c) disusun secara terpadu, dimana tema-temanya saling mengait dalam satu keutuhan.
b. Pelakasanaan pembelajaran
Ada tiga kegiatan yang dilakukan, yaitu menghadapkan warga belajar pada asumsi-asumsi distorif, melakukan refleksi atas asumsi tersebut tersebut, dan mencari alternatif asumsi yang lebih benar dan teruji. Ketiga kegiatan tersbut merupakan satu kesatuan, yang prosesnya tidak selalu linier, bahkan mungkin bolak balik atau berputar ulang.
1) Hadap masalah
Hadap masalah merupakan satu upaya untuk menciptakan situasi yang dilematis atau kontradiksi antara harapan yang ada (perspektif makna yang dimiliki) dengan realitas yang sesungguhnya dialami.
2) Refleksi
Refleksi merupakan upaya untuk menilai perspektif makna yang dimiliki terkait dengan masalah yang disajikan, dengan cara meminta warga belajar mengungkapkan asumsi yang dimiliki dan mempertimbangkan konsekuensi dari asumsi tersebut.
3) Eksplorasi perspektif
Warga belajar diminta untuk menyampaikan ide secara bebas dan ditampung tanpa disertai dengan komentar atau penilaian. Dengan cara ini memungkinkan warga belajar merasa aman, tidak takut salah sehingga leluasa menyampaikan pendapat.
4) Integrasi perspekif
Integrasi perspektif memberikan kesemapatan kepada warga belajar untuk melakukan eksperimen atas perspektif baru, dan mendiskusihan proses, hasil dan hambatan yang dihadapi.
c. Evaluasi
Evalauasi adalah kegiatan untuk mengetahui proses dan hasil pembelajaran yang dilakukan. Ada dua hal yang perlu dievaluasi, yaitu proses dan hasil belajar.
1) Evaluasi proses
Evaluasi proses berkenaan dengan aktivitas belajar yang dilakukan warga belajar dalam mentransformasikan perspektif makna.
2) Evaluasi hasil
Evaluasi hasil berkaitan dengan perubahan asumsi-asumsi pengasuhan yang dimiliki, dan cara menerapkannya dalam praktik pengasuhan

Komentar

Postingan populer dari blog ini

konten ku

PELATIHAN USAHA KRIPIK SALAK